Lautan Senja - Fina Shofiyatun Nuhyah
LAUTAN SENJA
Oleh: Fina Shofiyatun Nuhyah / XI3
Sore yang indah, Pemandangan langit yang
memperlihatkan awan dengan keindahan khasnya. Warna merah yang menyatu dengan
indahnya jingga, memperlihatkan betapa cantiknya lautan langit senja di atas
sana. Burung – burung menari di atas awan, seakan senja telah mencuri perhatian
mereka. Aku berkali – kali mengulum senyuman ketika melihat indahnya
pemandangan di atas sana. Seakan senja tidak hanya mencuri perhatian burung –
burung itu, tapi juga mencuri perhatianku yang saat ini keindahan itu membuatku
ingin ikut menari dengan burung – burung yang menyuarakan tawanya di atas sana.
Lantunan suara merdu mengalun
bersamaan dengan berisiknya suara ombak lautan. Angin yang membuat pepohonan
rindang di atasku berhembus kencang seakan ikut menari mengikuti irama lagu
yang ku nyanyikan. Sungguh pemandangan yang begitu mendukung suasana.
Tanpa ku sadari, senja itu
membuatku menyukai indahnya alam semesta. Tuhan yang memunculkan senja itu
seakan menyuruhnya untuk sedikit demi sedikit melupakan kesedihan yang ada
dipikiranku. Senja yang indah itu seakan memiliki banyak cara untuk membuat
orang lain bahagia. Terlihat orang – orang disana sesekali mengambil gambar
pemandangan indah disana untuk diabadikan di kamera kecil itu. Terlihat juga
disana, mereka yang menikmati keindahan lautan ini dengan bersanding menikmati
canda tawa bersama pasangannya, seakan meraka ingin membuat kenangan termanis.
Tapi berdirinya aku disini tidak untuk menikmati suasana seperti
mereka, membuat kenangan indah seperti mereka, mengabadikan foto bersama.
Tidak, berdirinya aku disini hanya untuk melupakan kegundahan, kesedihan, dan
meredakan emosi ku dari setiap masalah yang ku alami dengan melihat pemandangan
indah ini.
Waktu terus berjalan dan hari mulai gelap. Senja
perlahan memudarkan warna – warna indahnya, saat itu juga gerimis membasahi
sekitar lautan. Tapi, hal itu tidak membuatku berniat untuk pergi, aku masih
berdiam di tempat. Aku mengusap kedua lengan ku yang terasa ngilu karena
hembusan angin kencang. Hawa dingin seolah menusuk ke permukaan
kulit ku, apalagi ketika rintik hujan membasahi surai rambut panjangku sehingga
membuatnya lepek. Orang-orang berlarian pergi meninggalkan lautan yang diguyur
oleh gerimisnya hujan sebelum tangisan awan itu semakin deras. Entah apa yang
membuat senja mengakhiri keindahannya dengan mengguyur hujan seperti ini.
Suasana lautan semakin sepi,
hanya tersisa hembusan angin dan gelombang ombak yang bising. Aku melamun
melihat pemandangan indah di depanku. walau suasana semakin gelap, tapi aku
masih tetap berdiri di lautan ini. Hal inilah yang membuat aku bisa sedikit
melupakan hal-hal yang membuatku terlarut dalam kesedihan yang tak ku inginkan.
Dingin, hanya hawa dingin yang kurasakan hembusan angin yang kencang dan juga
air hujan yang semakin deras kubiarkan membasahi tubuhku. “ jika senja selalu
menerima langit apa adanya. Maka, aku juga harus selalu bisa menerima keadaan
apapun itu rintangannya “ kali ini kubiarkan mulutku berbicara.
Hujan yang mengguyur semakin deras itu berhasil
membuyarkan lamunan ku. Terlihat di atas sana bahwa senja sudah tidak lagi
menampakkan sisa warna indahnya, hanya terlihat langit yang semakin gelap di
atas sana. Aku berjalan menyusuri lautan yang sepi seperti tidak ada
penghuni
“ senja, apa kamu tidak ingin lebih lama lagi disana?, kamu menampilkan
keindahan mu hanya sesaat. Kamu masih belum sepenuhnya menuntaskan semua
kesedihanku, kenapa kau membiarkan hujan turun seperti ini ?, hujan !, kau
semakin sulit membuatku melupakan sedihnya perasaan ini yang tidak ingin ku
rasakan “.
“ aku ingin suasana hidup yang indah sepertimu “
“ senja “ lirihku pelan
Suaraku habis termakan oleh derasnya air mata yang masih tak ingin
berhenti.
“ aku masih tidak ingin pulang, rumah tidak selalu menjadi tempat yang
terbaik untuk berpulang “. Bisik ku
UNSUR INTRINSIK :
1. TEMA :
Perjalanan emosional dan refleksi diri melalui keindahan alam, khususnya
Senja di tepi lautan
2. ALUR/ PLOT :
Alur maju ( progresif )
Karena cerita bergerak secara kronologis dari awal hingga akhir tanpa
kilas balik atau loncatan waktu
3. TOKOH DAN
PENOKOHAN :
Aku ( tokoh utama )
Penokohan ( protagonis )
Karena, Ia adalah pusat cerita dan pembawa alur
4. LATAR/SETTING :
A. LATAR TEMPAT
~ Lautan
~ tepi pantai
~ langit senja
B. LATAR WAKTU
~ sore hari
~ menjelang malam
C. LATAR SUASANA
~ indah
~ sepi
5. SUDUT PANDANG :
Sudut pandang orang pertama
6. AMANAT :
Belajarlah menerima dan menghargai kehidupan apa pun keadaanya, meskipun
dipenuhi dengan rintangan dan kesedihan.
UNSUR EKSTRINSIK
1. NILAI – NILAI
KEHIDUPAN
Penerimaan diri dan keadaan
~ nilai yang dapat kita ambil dalam cerpen tersebut adalah bahwa kita
harus bisa belajar menerima keadaan apapun rintangannya seperti senja yang
selalu menerima langit apa adanya.
KEBAHASAAN DALAM CERPEN:
1. VERBA
>>( Mengulum, melihat, menyuarakan, mengalun,
menyukai, membasahi,
melamun, merasakan, menampakkan )
2. KONJUNGSI
>>( Dan, yang, dengan, seakan ketika, seakan )
3. KALIMAT TIDAK LANGSUNG
>>( Tuhan yang memunculkan senja itu seakan menyuruhnya untuk
sedikit demi sedikit melupakan kesedihan yang ada di pikiranku.)
Kalimat langsung ini menyampaikan, pikiran, pengamatan
atau pendapat tokoh tanpa mengutip langsung ucapan orang lain.
4. KALIMAT LANGSUNG
>>" Aku masih tidak ingin pulang, rumah tidak selalu menjadi
tempat yang terbaik untuk berpulang."
kalimat langsung ini di tandai dengan penggunaan kata
kutip ".......".
Comments
Post a Comment