Hujan di Balik Hujan - Rahadyan Ahmad
Hujan di Balik Hujan
Karya:
Rahadyan Ahmad S.B
Langit gelap diiringi suara gemuruh, segera berubah menjadi rintik-rintik .
Bulir-bulir kecil itu, kemudian berubah menjadi butiran-butiran besar yang
menghujam ke bumi. Bersamaan dengan hal itu, di sebuah Kedai.
“Yah hujan, berhenti dulu yuk!”
“Iya , Tapi… kamu ndak
capek kita berhenti di sini aja”
“Maksudmu?”
“Ini bukan tentang hujan” Nara dibuat bingung dengan ucapan Sabda.
“Ini tentang kita, kamu berhasil menciptakan langit senja tak kunjung malam, menciptakan sebuah rahasia
yang hanya kita yang bisa
artikan. Mungkin tak cukup itu, namun pada detik ini bolehkah aku meminta mu
untuk bergeser ke hal yang lebih jauh?”
“Sebelumnya aku bersyukur
pada detik ini aku medapat sesuatu
yang tak akan kau berikan ke sembarang orang namun, maaf bukannya aku menolak atau mempermainkan dirimu, Kita disini saja ya...”
“Disini...saja? Apa maksud
ini semua tuhan?”
“Sabda ayo bangun...” Nara mengguncang tubuh Sabda. Yang dibangunkan malah menyembunyikan
kepalanya ke dalam selimut.
“Ayolah nanti Naraya bantuin semua tugasmu lalu kita jalan-jalan di sekitar kedai lagi.” Suara Nara kedengaran semakin kesal.
Sabda mengintip dari balik selimut. “Beneran ya?”
“Iyalah! masak temen lu ini bohong.” Kata Nara sambil menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
Sabda adalah mahasiswa dari Universitas Negeri Malang dimana ia termasuk mahasiswa yang aktif dalam organiasi dan ia memiliki julukan kelelawar yang dimana ia selalu tidur
di dalam kelas namun ketika ia bangun ia selalu bisa mencari alasan ketika omelan dosen mulai darah tinggi karena sifat Sabda. Dibalik sikapnya itu ia memiliki sifat bertanggung jawab sehingga di senangi oleh
banyak teman-temannya ntah dari dalam kampus maupun teman komunitasnya.
Dan Sabda memiliki patner yang bernama Naraya berawal dari kegiatan organisasi yang kemudian menjadi patner
di segala bidang kehidupan Sabda,
Mulai dari gaya hidup ,keuangan, bahkan dalam hal akademik.Di balik kehidupan Sabda,
Naraya dating sebagai matahari yang tumbuhkan bunga-bunga setelah kusamnya taman hati Sabda sepeningal pasangan
yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya .Mereka adalah perpaduan
yang indah, saling menyapa,
bertukar cerita, berbagi luka, dan saling menyembukan sungguh sebuah gambar anindah seperti bulan
dan bintang mereka selalu bersama walau tak terlihat dikala matahari menyapa embun pagi.
“Dasar kelelawar”
“Diem bocil”
“haaaaaaaaaaaaaaaaaaa”
Namun
di balik senyum mereka berdua, ada sesuatu
yang membuat sosok Naraya harus bersabar karena walaupun memiliki hubungan
yang sangat dekat dengan Sabda,
ia masih sering mepertanyakan maksud dari sikap Sabda kepadanya yang pada kenyataannya Naraya adalah pemuja terang-terangan
yang masih belum kunjung hadir hasilya. Memang terlihat bodoh dengan sifat Sabda
yang terbuka dengan semua
orang Naraya masih belum
bisa menerima bahwa sikap Sabda kepadanya
sama seperti yang orang lain juga dapatkan. Namun Naraya masih tetap kukuh untuk mendekati Sabda walau sadar
pada malam harinya ia selalu bertengkar dengan banyangnya sendiri.
Masih asikkah dunia saat ini
Dengan gumpalan perih yang membawa kutuk mengadi-ngadi
Mungkin saja banyak hal lain yang belum relatuk ku bagi
Karena ku membungkam dari sepi di kala hari
Hingga dating satu waktu dimana mereka sedang berdua
di kedai dimana biasanya Sabda dan Naraya bersantai. Naraya sudah tak sanggup untuk
memendam rasa terhadap Sabda seseorag lelaki sempurna yang di dambakan oleh Naraya dan
pada akhirnya Naraya nekat untuk berbicara yang sebenarnya kepada Sabda
“Sab, kamu mau uku suruh ndak”
“boleh, sudah sepantasnya lelaki dewasa menuruti bocil”
“gak lucu om”
“iya dek, minta apa?”
“bisakah kamu bersajak”
“Tentang”
“Kita”
Ting-ting (suara lonceng kedai)
Tiba-tiba suara bel lonceng memecah suasana
di sore itu. Terlihat gadis berjalan menuju meja kasir.
Iebar postur tinggi, bermata coklat, rambut terurai Panjang, dan membawa ransel coklat dengan banyak bandol
di gantungannya. Sabda terpaut /// saat memandang gadis itu hingga tak sadari telah memutus pembicaraan dari Naraya. Sabda bertaut dalam keindahan yang tersirat di dalam sosok gadis itu. Sehingga untuk
mendapatkan kepuasan atas rasa penasarannya ia memutuskan untuk pergi berkenalan dengan
gadis itu tampa mengucap sedikit kata pamit kepada Naraya.
“Permisi kakak”
“Iya, ehhh Sabda bener
ini kamu”
“ehh Rasendria loh kamu”
“Gimanaa kabarnyaa dah keren banget lu
bang”
“Biasaaja kali, mmm btw
kamu balik ke Malang lagi?”
“Iya, udah males di Jogja
ndak punya teman main. Semua nya jaim di ajak ke alam selalu nolak”
“oooo jadi anak gunung sekarang’’
“Apapun itu pokok tentang kesunyian hutan”
“Sama nihh, Ayo besok ke
Mbutak”
“Beneran ini berdua aja yaa, gasss”
“gass”
Sehari, sebulan, setahun
mereka kenal. Sabda hilang dari pandangan Naraya
Tak
seperti tipu kekasih
Bolehkah
kau mengerti
Aku
hanya ingin ada rasa
Tampa
ada yang terluka
Sampai juga di penghujung
rona senja mata Rasendria berkeling di iringi beribu juta cerita yang
mengiringi kebersamaan Rasendria. Sabda pun berkata
(kembali ke cerita awal)
Parasmu
bagai candu di malam gelapku
Hadirkan
sebuah rasa yang tak pernah dungu
Rasa
itu bercampur di dalam beribu duli tungguku
Berdarah
lebus menatap sendu
Tuhan
pencipta rasa
Dengan
izinmu bolehkah aku berkhayal
Melukis doa yang selalu ku
panjatkan rinduku
Oh maha pengasih, berilah aku
kasih mu itu
Aku hanyalah insan yang merintik
Di bawah hujan yang masih mengusik
Sabda berjalan
menempuh hujan.... ia berjalan di antara badai kesedihannya akan harapan.
” Mari kita rayakan
hujan untuk pertama kalinya”
Naraya berjalan
menujunya dengan jaz hujan dan membawa payung.
“ Sabda.. aku tau
hujan itu menyakitkan namun pernahkah kamu melihat baiknya”
“ Apa maksudmu
Naraya. Biarkan aku,aku hanya menerima luka itu, hujan bagai ribuan kata yang selalu terulang dikala itu”
“ Kamu ingin tau
sesuatu”
“ apa”
“Bahwa di balik hujan
kamu masih bisa melihat hujan”
“Naraya...”
“Iya hujan itu adalah
aku...izinkan aku memberimu sebuah sendu dan merdu hujanku akan selalu iringi
setiap datangnya hujanmu masih ingatkah kamu”
“akhirnya aku
menemukan itu”
“apa”
“dirimu”
“aku yakin engkaulah
hujan itu hujan dibalik hujan yang ku terpa saat saat itu.marilah kita bangun
istana sesudah hujan itu dan aku katakan padamu engkaulah
Hujan menyertai suasana itu disambut
oleh terjawabnya petir arti sebuah rindu.Biarkanlah hujan mengguyur dirimu tapi
jangan pernah lupa hujan mana yang terlebih dahulu namamu.
“kini aku, kamu dan
luka itu”
Comments
Post a Comment