Perjalanan Waktu yang Menyentuh Hati - Muhimmah Taslikhatul
Perjalanan Waktu yang Menyentuh Hati
Oleh: Muhimmah Taslikhatul / XI3
Di sebuah kafe kecil di Tokyo bernama Funiculi Funicula, pengunjung dapat kembali ke masa lalu, namun dengan syarat-syarat tertentu. Mereka harus duduk di kursi yang ditentukan, meminum kopi spesial hingga habis sebelum kopi itu menjadi dingin, dan mengetahui bahwa apapun yang mereka lakukan di masa lalu tidak akan mengubah kehidupan mereka di masa kini.
Kafe ini menjadi tempat bagi orang-orang yang ingin memperbaiki kesalahan, mengingat kembali momen berharga, atau bertemu orang-orang yang sudah tiada. Meskipun perjalanan ke masa lalu tidak bisa mengubah apapun di masa kini, pengalaman itu memberikan kelegaan dan kebebasan emosional bagi para pengunjung.
Melihat sinopsisnya, Before The Coffee Gets Cold mungkin lebih cocok untuk pembaca dewasa atau remaja di atas usia 15 tahun, mengingat banyak pesan moral dan filosofis yang cukup dalam. Alur ceritanya yang cenderung lambat bisa membuat sebagian pembaca merasa kurang tertarik, terutama bagi mereka yang tidak suka cerita yang berjalan perlahan.
Selain itu, penjelasan dalam novel ini cenderung dibuat terlalu jelas dan langsung, sehingga pembaca mungkin tidak bisa menginterpretasikan makna cerita secara bebas. Walaupun tidak salah untuk memberikan penjelasan rinci, beberapa pembaca lebih menikmati cerita yang menyisakan ruang untuk imajinasi.
Akhir cerita juga dipandang biasa saja; tidak ada yang terlalu mengejutkan atau istimewa. Meski begitu, ada juga yang berpendapat bahwa endingnya sesuai dengan karakter cerita yang dibangun sejak awal. Bagi sebagian pembaca, ending yang aman mungkin terasa mengecewakan, sementara yang lain merasa ini merupakan pilihan yang tepat.
Meskipun begitu, Before The Coffee Gets Cold diakui sebagai novel yang menghadirkan tema perjalanan waktu yang unik dan segar. Konsep ini cukup jarang ditemui dan memberikan perspektif baru tentang bagaimana waktu dan pilihan memengaruhi hidup manusia. Salah satu aspek menarik adalah realisme dalam cerita: bahwa perjalanan ke masa lalu tidak dapat mengubah apa yang sudah terjadi di masa kini. Ide ini jarang diangkat dalam cerita bertema time travel.
Yang paling menonjol dalam novel ini adalah kehangatan cerita dan karakternya yang begitu manusiawi. Karakter-karakter ini merupakan orang biasa yang menghadapi kesalahan mereka dan berharap bisa memperbaikinya, meskipun mereka tahu itu tidak akan mengubah apa-apa. Namun, pengalaman kembali ke masa lalu memberikan mereka rasa lega, seolah-olah kesalahan mereka sudah diampuni, meskipun kenyataannya tidak.
Kisah ini mengajarkan bahwa terkadang yang dibutuhkan seseorang hanyalah menghadapi masa lalu mereka dengan perspektif saat ini. Tidak selalu perlu pengampunan dari masa lalu; yang penting adalah merasa bebas dari beban yang mengikat mereka. Meskipun tema ini mungkin klise, eksekusi Toshikazu Kawaguchi cukup berhasil untuk membuat para karakternya terasa nyata.
Secara keseluruhan, Before The Coffee Gets Cold cocok bagi pembaca yang sabar dan tidak terburu-buru dalam menikmati sebuah cerita. Novel ini mengundang pembaca untuk menyelami kisahnya secara perlahan dan menerima kekurangannya demi merasakan makna yang lebih dalam.
Comments
Post a Comment